HomeGroupsTalkMoreZeitgeist
Search Site
This site uses cookies to deliver our services, improve performance, for analytics, and (if not signed in) for advertising. By using LibraryThing you acknowledge that you have read and understand our Terms of Service and Privacy Policy. Your use of the site and services is subject to these policies and terms.

Results from Google Books

Click on a thumbnail to go to Google Books.

Loading...

Stasiun

by Putu Wijaya

MembersReviewsPopularityAverage ratingConversations
215,259,027 (5)None
Recently added byawwarma, koeniel
None
Loading...

Sign up for LibraryThing to find out whether you'll like this book.

No current Talk conversations about this book.

“Kehidupan adalah perjalanan panjang melintasi stasiun-stasiun asing yang tak putus-putusnya.”

“Barangkali perjalanan ini akan panjang sedemikian rupa dengan banyak soal-soal yang tak disukainya. Lalu timbul pertanyaan-pertanyaan yang aneh. Seakan-akan ia tidak tahu dengan pasti apa sebetulnya yang sedang terjadi. Ini menyedihkan. Ia pun tak pasti lagi terhadap keputusan-keputusan yang telah diambilnya. Ia tegak di situ, digerayangi oleh kebimbangan.”

“Ia memang tidak lebih dari sampah.”

“Barangkali ia harus belajar menikmati kekalahan dari segi yang lain — kalau ia memang benar-benar kalah.”

“Seandainya memang damai saja sudah cukup.”

“Tiba-tiba ia terkejut, mungkin juga anak itu bagian dari masa mudanya.”

Stasiun bercerita dengan premis awal kebimbangan manusia dalam menjalani kehidupan, berhenti di satu stasiun dan stasiun berikutnya. Sesuai dengan pernyataan Putu Wijaya pengarang buku ini, dia memaknai kehidupan adalah perjalanan panjang melintasi stasiun-stasiun asing yang tidak pernah putus. Namun, saat kita menunggu kereta di stasiun, ke mana sebenarnya kereta yang kita tunggu itu? Kita bisa memilih kereta yang membawa kita ke stasiun berikutnya, atau terus saja, pulang.

Pemaknaan dari novel pemenang DKJ 1975 ini sangatlah filosofis, tanpa membawa melankoli sejarah atau benturan kultur yang dahsyat, Putu Wijaya bak menampar pembacanya, seorang manusia, bahwa hidup tidak lebih dari satu kebimbangan dan kebimbangan lain, atau sejatinya, hidup hanya menunggu kereta kematian menjemput.

Dalam perjalanan kita akan dipertemukan dengan orang-orang yang tidak terduga, yang membuat emosi dan perasaan kita naik turun. Semua itu bagian dari kehidupan, menentukan arah langkah kita berikutnya. Pun dalam perjalanan kita akan sering mengalami kondisi yang dialami Lelaki Tua, tokoh utama novel ini: tidak ikhlas, malu, merasa hidupnya direnggut orang lain, lebih-lebih harga dirinya. Saat dia berusaha meraih apa yang sebenarnya bisa dia raih, dia baru menyadari bahwa langkahnya tanpa tujuan dan hanya untuk menyenangkan egonya, sampai Lelaki Tua merasa apa yang dilakukannya hanya sia-sia saja. ( )
  awwarma | Jan 24, 2024 |
no reviews | add a review
You must log in to edit Common Knowledge data.
For more help see the Common Knowledge help page.
Canonical title
Original title
Alternative titles
Original publication date
People/Characters
Important places
Important events
Related movies
Epigraph
Dedication
First words
Quotations
Last words
Disambiguation notice
Publisher's editors
Blurbers
Original language
Canonical DDC/MDS
Canonical LCC

References to this work on external resources.

Wikipedia in English

None

No library descriptions found.

Book description
Haiku summary

Current Discussions

None

Popular covers

None

Quick Links

Rating

Average: (5)
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5 1

Is this you?

Become a LibraryThing Author.

 

About | Contact | Privacy/Terms | Help/FAQs | Blog | Store | APIs | TinyCat | Legacy Libraries | Early Reviewers | Common Knowledge | 204,952,945 books! | Top bar: Always visible